Sabtu, 11 Mei 2013

Pergi ke Pasar Lembang



Pada saat kira-kira masih umur enam tahunan ada sebuah kegiatan rutin yang kira-kira 1-2 kali sebulan ibu pasti pergi ke pasar induk di kawasan Lembang. Bisa di bilang kegiatan yang sangat langka sebenarnya untuk hal seperti pergi kepasar saja. Tapi ini dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sayuran, dan laukpauk lainnya. Kami tidak berbelanja itu apabila pergi kepasar Lembang karena kebutuhan sehari-hari sudah bisa kita dapatkan dari para tukang sayuran keliling di desa, begitu juga keperluan lainnya sudah bisa dibilang cukup lengkap terdapat di desa saya waktu itu. Jadi, ke pasar Lembang itu khusus untuk mencari barang-barang yang tidak bisa didapat di desa Babakan Patrol tempat saya tinggal. Kegiatan ibu pergi kepasar itu adalah seperti membeli pakaian, alat rumah tangga dan juga seperti perhiasan emas dll. Ibu biasanya pergi bersama anak pertamanya nan manja dan cengeng ini, itulah karakter saya ketika masih kecil dulu. Untuk pergi ke pasar kita membutuhkan waktu kira-kira 30 menit menggunakan angkot yang berwarna orange, saya masih hapal sekali bentuk ankotnya. Untuk mendapatkan angkot biasanya kita harus keluar dulu dari desa menuju jalan raya sekitar 10 menit. Naik angkot adalah salah satu kesukaan saya dimana saya bisa merasakan enaknya naik mobil karena memang saya jarang sekali bisa naik mobil. Biasanya saya tidak pernah mau di pangku ibu saat naik angkot karena saya tidak bisa membuka jendela mobil dan menikmati perjalanan dengan melihat-lihat setiap sisi jalan yang  akan saya  lalui dengan hembusan angin yang di hembuskan dari kecepatan mobil yang sedang melaju.
Sesampainya di pasar hal yang ibu lakukan adalah pergi ke toko emas. Dimana hal ini lah yang sangat saya sebalkan. Kenapa, karena ibu bisa menghabis kan waktu hingga 30 menit atau bahkan 1 jam untuk memilah-milah perhiasan mana yang ingin ia beli atau tukar tambah. Jadi, ibu sewaktu dulu sering sekali berganti perhiasan atau tambah perhiasan. Di toko emas biasanya aku menampakkan muka bete dan sebalku akan perilaku ibu yang membuatku harus duduk bahkan berdiri dengan lamanya di tempat itu. Jika saya sudah tidak sabar lagi saya bisa merengek-rengek dan menarik-narik pakaian ibu hingga ibu bisa marah dan mencubitku. Ibu memang suka marah dan mencubit juga memukul pantat saya bila dia kesal akan tingkah saya. Kerena sudah lewat kesabaran saya, saya bisa menangis di tempat. Sesudah saya menangis barulah ibu membujuk saya untuk membelikan apa yang saya mau terlebih dahulu dan menunda acara pilah-pilih perhiasaannya setelah memenuhi kemauan saya. Yang biasanya saya cari di pasar adalah mainan, baju atau jam tangan. Barulah setelah itu ibu melanjutkan urusannya di toko emas sedang saya kini sibuk sendiri memandangi mainan baru atau jam juga baju baru. Selama apapun di sana saya tidak akan pernah mengeluh bahkan saya akan terlihat seperti anak manis yang setia menunggu urusan ibunya hingga selesai.
Jika ibu sudah selesai di toko emas, lanjut lagi kita berdua membeli barang-barang yang sudah di rencanakan untuk dibeli. Selama berbelanja biasanya ibu tidak pernah melepaskan tangan saya, ibu bilang takut kalau saya hilang di pasar, disamping itu juga saya anaknya penakut, jadi wajiblah tangan ibu selalu saya genggam selama perjalanan. Tidak cukup dengan haya membeli barang-barang, biasanya kita juga membeli buah-buahan dan makanan lainnya. Ada salah satu makanan favorit saya yang benar-benar saya cari bila saya pergi ke pasar tersebut. Makanan itu adalah Ikan Pindang yang rasanya manis, gurih, enak, lezat hingga apabila saya teringat makanan ini liur saya mendadak banjir di mulut. Pindang  tersebut adalah lauk saya makan di rumah nanti setelah pulang. Selain pindang makanan favorit kita adalah Bakso, kita biasanya mampir di tempat bakso tapi saya lupa nama tempatnya pedahal tempat itu cukup terkenal dengan keenakan baksonya. Kalo ibu sudah mampir ke tempat ini ibu seakan lupa kalo badannya itu melar. Selalu dipesannya bakso daging sapi yang berukuran besar dan di buatnya pedas sepedas-pedasnya. Keluarga ibu memang hobi makan pedas jadi tidak heran kalo ibu bisa membuat 1 mangkok bakso denga super pedas.
Selesai makan bakso kita akan bergegas pulang. Tapi ada satu lagi yang saya minta dan harus dipenuhi mau tidak mau oleh ibu, Ikan hias dekat terminal angkot. Sewaktu saya masih kecil hingga sekarang saya memang sangat menyukai ikan, apa saja jenis ikannya. Saya sering merengek untuk ibu membelikan saya ikan hias yang mahal, tapi ibu enggan member saya ikan mahal karena di rumah ujung-ujungnya ikan itu akan mati saya obok-obok dan ajak bermain. Jadi ibu biasanya hanya membelikan ikan yg  murah yaitu koki. Ikan yang imut dan memiliki perut buncit juga ekor yang anggun ini biasanya yang saya bawa pulang dari pasar. Tapi terkadang karena ibu tidak mau sia-sia dengan ikan yang dibeli, ibu membelikan saya ikan emas besar yang masih hidup dari pasar ikan. Jadi saat ikan itu mati saya bawa bermain masih bisa ibu masak untuk lauk makan. Ibu saya memang pintar. Apabila ikan telah dibeli baru lah ini waktunya kita pulang dengan belanjaan kita yang cukup bikin ibu bingung naik angkotnya. Kapan yah bisa kepasar itu lagi,kagen berat.

0 komentar: