Pada saat
kira-kira masih umur enam tahunan ada sebuah kegiatan rutin yang kira-kira 1-2
kali sebulan ibu pasti pergi ke pasar induk di kawasan Lembang. Bisa di bilang
kegiatan yang sangat langka sebenarnya untuk hal seperti pergi kepasar saja.
Tapi ini dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sayuran,
dan laukpauk lainnya. Kami tidak berbelanja itu apabila pergi kepasar Lembang
karena kebutuhan sehari-hari sudah bisa kita dapatkan dari para tukang sayuran
keliling di desa, begitu juga keperluan lainnya sudah bisa dibilang cukup
lengkap terdapat di desa saya waktu itu. Jadi, ke pasar Lembang itu khusus
untuk mencari barang-barang yang tidak bisa didapat di desa Babakan Patrol
tempat saya tinggal. Kegiatan ibu pergi kepasar itu adalah seperti membeli
pakaian, alat rumah tangga dan juga seperti perhiasan emas dll. Ibu biasanya
pergi bersama anak pertamanya nan manja dan cengeng ini, itulah karakter saya
ketika masih kecil dulu. Untuk pergi ke pasar kita membutuhkan waktu kira-kira
30 menit menggunakan angkot yang berwarna orange, saya masih hapal sekali
bentuk ankotnya. Untuk mendapatkan angkot biasanya kita harus keluar dulu dari
desa menuju jalan raya sekitar 10 menit. Naik angkot adalah salah satu kesukaan
saya dimana saya bisa merasakan enaknya naik mobil karena memang saya jarang
sekali bisa naik mobil. Biasanya saya tidak pernah mau di pangku ibu saat naik
angkot karena saya tidak bisa membuka jendela mobil dan menikmati perjalanan
dengan melihat-lihat setiap sisi jalan yang
akan saya lalui dengan hembusan
angin yang di hembuskan dari kecepatan mobil yang sedang melaju.
Sesampainya
di pasar hal yang ibu lakukan adalah pergi ke toko emas. Dimana hal ini lah
yang sangat saya sebalkan. Kenapa, karena ibu bisa menghabis kan waktu hingga 30
menit atau bahkan 1 jam untuk memilah-milah perhiasan mana yang ingin ia beli
atau tukar tambah. Jadi, ibu sewaktu dulu sering sekali berganti perhiasan atau
tambah perhiasan. Di toko emas biasanya aku menampakkan muka bete dan sebalku
akan perilaku ibu yang membuatku harus duduk bahkan berdiri dengan lamanya di
tempat itu. Jika saya sudah tidak sabar lagi saya bisa merengek-rengek dan
menarik-narik pakaian ibu hingga ibu bisa marah dan mencubitku. Ibu memang suka
marah dan mencubit juga memukul pantat saya bila dia kesal akan tingkah saya.
Kerena sudah lewat kesabaran saya, saya bisa menangis di tempat. Sesudah saya
menangis barulah ibu membujuk saya untuk membelikan apa yang saya mau terlebih
dahulu dan menunda acara pilah-pilih perhiasaannya setelah memenuhi kemauan
saya. Yang biasanya saya cari di pasar adalah mainan, baju atau jam tangan.
Barulah setelah itu ibu melanjutkan urusannya di toko emas sedang saya kini
sibuk sendiri memandangi mainan baru atau jam juga baju baru. Selama apapun di
sana saya tidak akan pernah mengeluh bahkan saya akan terlihat seperti anak
manis yang setia menunggu urusan ibunya hingga selesai.
Jika ibu
sudah selesai di toko emas, lanjut lagi kita berdua membeli barang-barang yang
sudah di rencanakan untuk dibeli. Selama berbelanja biasanya ibu tidak pernah
melepaskan tangan saya, ibu bilang takut kalau saya hilang di pasar, disamping
itu juga saya anaknya penakut, jadi wajiblah tangan ibu selalu saya genggam
selama perjalanan. Tidak cukup dengan haya membeli barang-barang, biasanya kita
juga membeli buah-buahan dan makanan lainnya. Ada salah satu makanan favorit
saya yang benar-benar saya cari bila saya pergi ke pasar tersebut. Makanan itu
adalah Ikan Pindang yang rasanya manis, gurih, enak, lezat hingga apabila saya
teringat makanan ini liur saya mendadak banjir di mulut. Pindang tersebut adalah lauk saya makan di rumah nanti
setelah pulang. Selain pindang makanan favorit kita adalah Bakso, kita biasanya
mampir di tempat bakso tapi saya lupa nama tempatnya pedahal tempat itu cukup
terkenal dengan keenakan baksonya. Kalo ibu sudah mampir ke tempat ini ibu
seakan lupa kalo badannya itu melar. Selalu dipesannya bakso daging sapi yang
berukuran besar dan di buatnya pedas sepedas-pedasnya. Keluarga ibu memang hobi
makan pedas jadi tidak heran kalo ibu bisa membuat 1 mangkok bakso denga super
pedas.
Selesai
makan bakso kita akan bergegas pulang. Tapi ada satu lagi yang saya minta dan
harus dipenuhi mau tidak mau oleh ibu, Ikan hias dekat terminal angkot. Sewaktu
saya masih kecil hingga sekarang saya memang sangat menyukai ikan, apa saja
jenis ikannya. Saya sering merengek untuk ibu membelikan saya ikan hias yang
mahal, tapi ibu enggan member saya ikan mahal karena di rumah ujung-ujungnya
ikan itu akan mati saya obok-obok dan ajak bermain. Jadi ibu biasanya hanya
membelikan ikan yg murah yaitu koki.
Ikan yang imut dan memiliki perut buncit juga ekor yang anggun ini biasanya
yang saya bawa pulang dari pasar. Tapi terkadang karena ibu tidak mau sia-sia
dengan ikan yang dibeli, ibu membelikan saya ikan emas besar yang masih hidup
dari pasar ikan. Jadi saat ikan itu mati saya bawa bermain masih bisa ibu masak
untuk lauk makan. Ibu saya memang pintar. Apabila ikan telah dibeli baru lah
ini waktunya kita pulang dengan belanjaan kita yang cukup bikin ibu bingung
naik angkotnya. Kapan yah bisa kepasar itu lagi,kagen berat.
0 komentar:
Posting Komentar